Mengapa harus melakukan Agile ?

 


Dalam buku "The Lean Startup," Eric Ries menyatakan bahwa tujuan startup adalah menciptakan produk atau layanan yang diinginkan oleh konsumen dan dapat menghasilkan pendapatan secepat mungkin. Namun, di dunia yang serba VUCA (Vulnerable, Uncertainty, Complex, dan Ambiguity), pendekatan tradisional yang bersifat prediktif kurang cocok untuk menciptakan solusi inovatif yang mampu bersaing. Oleh karena itu, pendekatan Agile yang adaptif menjadi pilihan yang lebih tepat.

Mengapa Pendekatan Tradisional Tidak Efektif?

Pendekatan tradisional dalam pengelolaan proyek, seperti Waterfall, lebih cocok untuk proyek-proyek dengan ruang lingkup yang jelas dan dapat diprediksi. Misalnya, proyek konstruksi bangunan, di mana kerangka kerja dan langkah-langkah yang harus diikuti jelas. Namun, di dunia IT dan startup, keadaannya sangat berbeda. Produk atau layanan yang akan dibuat seringkali belum ada, dan umpan balik pengguna sangat penting untuk mengembangkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Disrupsi di Industri yang Mapan

Perusahaan-perusahaan yang sudah mapan juga dihadapkan pada tantangan disrupsi yang disebabkan oleh perubahan dunia yang serba VUCA. Misalnya, perusahaan taksi konvensional yang pangsa pasarnya tergerus oleh layanan berbasis digital seperti Uber dan Grab. Di Indonesia, ada fenomena pembayaran digital seperti GoPay yang dilakukan oleh perusahaan non-bank. Selain itu, pengecer tradisional mengalami penurunan omzet karena persaingan dari toko online.

Pendekatan Agile dalam Startup

  1. Agile adalah pendekatan yang adaptif, memungkinkan perusahaan untuk merespon perubahan dan mengakomodasi umpan balik pengguna secara cepat. Dengan prinsip "Inspect and Adapt", Agile memungkinkan tim untuk terus melakukan koreksi dan menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Berikut adalah beberapa manfaat menggunakan pendekatan Agile dalam startup:
  2. Fleksibilitas: Agile memungkinkan tim untuk beradaptasi dengan perubahan dalam lingkungan bisnis dan kebutuhan pengguna secara cepat.
  3. Kolaborasi: Tim yang menerapkan Agile bekerja lebih erat, meningkatkan komunikasi dan kolaborasi antara anggota tim.
  4. Iterasi: Agile mendorong tim untuk mengembangkan produk atau layanan dalam siklus iteratif, memungkinkan umpan balik pengguna yang lebih cepat dan penyesuaian yang lebih baik.
  5. Fokus pada Pengguna: Agile menekankan pentingnya mengutamakan kebutuhan pengguna, memastikan bahwa produk atau layanan yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan keinginan pasar.

Kesimpulan

Agile merupakan pendekatan yang adaptif dan efektif dalam mengatasi tantangan dunia VUCA, khususnya dalam konteks startup. Dengan menerapkan prinsip-prinsip-prinsip Agile, startup dapat merespon perubahan dengan cepat, mengakomodasi umpan balik pengguna, dan menciptakan solusi inovatif yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk lebih siap dalam menghadapi disrupsi industri dan bersaing di era digital yang penuh ketidakpastian dan kompleksitas. Oleh karena itu, bagi startup dan perusahaan yang ingin tetap relevan dan sukses di dunia yang serba VUCA, menerapkan pendekatan Agile dalam pengembangan produk dan layanan merupakan pilihan yang sangat tepat.